Kebijakan pemutusan hubungan kerja sepihak yang dikeluarkan PT alam barajo kebun lubuk bernai di duga untuk menghilangkan hak normatif karyawan kini menuai sorotan tajam
Perusahaan milik mantan bupati Drs.Ir.H.SAFRIAL MS tersebut diduga banyak melanggar hukum baik dari administratif,hak hak normatif karyawan yang renggut dan karyawan tidak di berikan alat pelindung diri (APD)
Saat di konfirmasi oleh awak media pada Kamis 04 Oktober 2025 Anjar Triono selaku pimpinan di perusahaan menyatakan bahwa "pak perusahaan ini memang seperti ini tidak berlaku undang undang di perusahaan ini karena perusahaan ini milik pribadi ujarnya"
Undang-undang melarang PHK sepihak. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan secara mendadak dan harus melalui perundingan terlebih dahulu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan perubahannya dalam UU Cipta Kerja (UU No. 11/2020) beserta peraturan pelaksananya (PP No. 35/2021). Jika perundingan gagal, penyelesaian bisa melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
"Jeni selaku karyawan perusahaan membenarkan bahwa dirinya tidak pernah di berikan alat pelindung diri (APD) yang sudah bertahun tahun bekerja serta upah yang terkadang sering telat hingga 3 bulan baru di berikan dan beliau menyatakan bahwasanya semua karyawan disini tidak di daftarkan ke dinas ketenagakerjaan karena kami tidak ada kartu BPJS ketenagakerjaan ujarnya sedangkan kalau sakit kami berobat sendiri tutupnya"
Alat Pelindung Diri (APD) yang bertujuan untuk memastikan keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja. Di Indonesia, dasar hukum utama terkait APD adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri.
Permenakertrans No. 8 Tahun 2010 mengatur berbagai jenis APD, termasuk pelindung kepala, mata, telinga, pernapasan, tangan, kaki, pakaian pelindung, alat pelindung jatuh perorangan, dan pelampung.
UU Cipta Kerja mengatur sanksi keterlambatan gaji berupa denda, yang besaran dan ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, yaitu denda 5% dari upah untuk keterlambatan 1-8 hari, denda tambahan 1% per hari untuk keterlambatan 9-30 hari (maksimal 50% dari upah), dan denda plus bunga bank pemerintah jika keterlambatan melebihi satu bulan. Selain denda, perusahaan juga dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana penjara/denda jika tidak membayar upah.
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar